Tantangan Kepemimpinan Indonesia di KTT G-20 Bali pasca Konflik Rusia-Ukraina

               Pernyataan Presiden AS dan PM Australia yang menentang rencana kehadiran Putin di pertemuan G-20 yang akan dilaksanakan di Indonesia pada tahun ini, membuat Indonesia sebagai tuan rumah pada tahun ini harus mencari cara agar acara ini sukses dan tidak menimbulkan kegaduhan yang merugikan Indonesia sebagai ketua pada tahun ini. Sebagai negara yang menganut prinsip  bebas aktif dalam politik luar negerinya menginginkan agar seluruh pemimpin anggota G-20 bisa menghadiri KTT G-20 yang akan dilaksanakan di Bali tahun ini. Selain reputasi yang dipertaruhkan sebagai tuan rumah, kepentingan-kepentingan Indonesia akan berjalan lebih mulus jika kehadiran seluruh pemimpin anggota G-20 hadir. Legitimasi yang akan dihasilkan dalam pertemuan ini akan lebih kuat dengan kehadiran tersebut. 

               Setelah Rusia menyerang Ukraina pada Februari 2022, semua negara yang menjadi sekutu AS mengecam dan mulai satu persatu menjatuhkan sanksi terhadap Rusia. Hanya China yang bersikap netral sedangkan negara lain cenderung pasif terutama di Timur Tengah. Indonesia sendiri termasuk mendukung resolusi di Majelis Umum PBB untuk mengecam serangan Rusia ke Ukraina. Hanya saja, Indonesia masih konsisten menjalankan politik bebas aktifnya sehingga tidak terlalu agresif seperti Singapura yang menjatuhkan sanksi ekonomi ke Rusia.

               Rencana kehadiran Putin yang dikecam oleh AS dan sekutunya tentu akan menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan KTT G-20 di Indonesia. Ancaman yang muncul adalah ketidakhadiran delegasi AS dan sekutunya (Uni Eropa, Australia, Kanada, Jerman, Jepang, Korea Selatan, Inggris, Perancis) dalam pertemuan ini. Jikalau ancaman ini direalisasikan, maka akan jadi kerugian besar untuk Indonesia karena di pertemuan-pertemuan KTT G-20 sebelumnya seluruh delegasi hadir. Tidak ada yang pernah absen mengirimkan delegasinya. Hampir setengah anggota G-20 dapat tidak hadir jika gertakan AS dan sekutunya terjadi.      

               Memang, Indonesia sempat dibackup oleh China yang menyatakan bahwa pertemuan G-20 ini lebih banyak membahas isu ekonomi bukan isu lainnya terutama pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Akan tetapi pendekatan ke AS dan sekutunya juga harus dilakukan agar KTT G-20 di Bali nanti dapat sukses. Sejauh ini Langkah-langkah yang dilakukan cenderung merapat ke Rusia dan China saja belum ada langkah signifikan untuk memastikan kehadiran AS dan sekutunya di KTT nanti.

               Seperti langkah Indonesia yang akan membeli minyak dari Rusia yang menunjukan prinsip bebas aktifnya serta langkah penting dalam menjaga keamanan energi di Indonesia. Serta pernyataan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebutkan bahwa tiga negara besar dalam KTT G-20 perlu dipastikan keamanannya yaitu AS, China, dan Rusia. Sayangnya tidak menyebut juga delegasi Uni Eropa, Inggris dan Perancis. Padahal satu konfederasi dan dua negara tersebut sama pentingnya juga kehadirannya dalam KTT ini jika dilihat perannya di perekonomian global. Walaupun, untuk AS dan sekutunya ini, Indonesia sudah mendekati Perancis lewat pembelian Jet Rafale tetapi belum ada langkah untuk merangkul setidaknya AS dan Australia untuk dipastikan hadir di KTT nanti. Padahal dua negara tersebut sangat penting untuk menjaga atmospir positif dalam pertemuan ini.  

               Selain itu, negara-negara yang dianggap netral dalam konflik Ukraina-Russia seperti Arab Saudi, India, Argentina, Brazil, Meksiko, Afrika Selatan, dan Turki juga sebaiknya tetap dijaga komitmennya untuk hadir di KTT nanti. Memang, sejauh ini masih aman dan belum ada hal-hal yang mengkhawatirkan dalam pelaksanaan KTT nanti, akan tetapi antisipasi hal terburuk perlu dilakukan agar KTT G-20 Bali nanti tetap sukses seperti KTT-KTT G-20 sebelumnya.  

               Harapan dari Presidensi Indonesia di KTT G-20 Bali ini dapat meningkatkan peran G-20 dalam perekonomian global dalam masa pemulihan ekonomi pasca pandemi. Selain itu, kepentingan nasional Indonesia dapat terwujud dengan mulus dalam pertemuan KTT ini sehingga mendatangkan banyak maslahat untuk negara dan rakyat Indonesia.    

 

Tulisan oleh: Affabile Rifawan (Dosen FISIP Unpad)

Sumber gambar: Kemlu.go.id